Baru-baru ini sering terdengar kabar, khususnya bagi
kalangan perbankan dan biro perjalanan ibadah haji, perihal halal-haram dana
talangan haji. Sebenarnya bagaimanakah kedudukan dana talangan haji sehingga
menimbulkan sentiment anti dana talangan haji, dan juga pengharaman dana
talangan haji?
Definisi
Dana talangan haji merupakan pinjaman dari bank yang
diberikan kepada jamaah, untuk memudahkan jamaah mendapatkan nomor porsi haji. Dari
sisi kebaikan, maka satu kebaikan bagi pihak yang memberikan kemudahan
perjalanan ibadah. Jika ditanya kepada umat Islam, siapa kira-kira yang tidak
ingin berangkat haji? Barangkali tidak ada yang tidak ingin. Semua ingin
berangkat haji. Dan tentu saja, kewajiban bagi yang mampu untuk berangkat haji.
Definisi
mampu sendiri, jika kita bisa jabarkan, mampu artinya memiliki kekuatan, fisik
maupun finansial. Namun mampu sendiri memiliki unsur kemauan. Artinya jika
seseorang mau, tentu saja akan berusaha, agar dia mampu. Berusaha sekuat
tenaga, agar tujuan tercapai. Begitulah kira-kira kata “mampu”. Jika hanya diam
saja, kemudian bilang tidak mampu, tentu bukan seperti itu. Usaha dulu. Usaha,
setelah itu bukan wewenang kita untuk masalah berhasil. Jika berusaha dengan
sungguh-sungguh, sepertinya berhasil adalah masalah waktu saja.
Tinjauan Agama - Fiqh
Saya bukan ahli agama, sehingga masalah ini sebaiknya
ditanyakan kepada para ahli. Saya hanya mengutip beberapa dalil dari Quran, dan
pendapat para ahli.
“.........mengerjakan
haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang
sanggup (istitha’ah) mengadakan perjalanan ke Baitullah....... (QS. Ali Imran:
97)
Demikian dari Al-quran. Berikut pendapat dari beberapa ahli:
“… Dan jika seseorang mampu untuk membayar hutang dan
sementara dia memiliki harta seperti pekarangan, tanah, atau jenis harta lain
yang memungkinkan baginya untuk mengembalikan hutang maka tidak ada larangan
baginya untuk berhutang dalam menunaikan hajinya, ...” (Syaikh Abu Al Abbas, anggota majlis
fatwa Jamiah Al Azhar Al Syarif,
Kairo)
“...
madzhab maliki berpendapat bahwa ibadah haji merupakan kewajiban yang
bersifat segera (faur), walaupun dengan cara berhutang sekalipun atau
menjual sesuatu untuk menunaikannya ...” (DR. Ahmad Mahmud Karimah, ustadz ilmu-ilmu syariah, Jamiah
Azhar Mesir).
Demikianlah. Intinya pendapat mereka adalah memperbolehkan
untuk meminjam, selama mampu untuk mengembalikan setelah menunaikan ibadah
haji. Bahkan, dana talangan haji bank, harus dilunasi sebelum jamaah berangkat
haji.
Akad
Akad yang dipergunakan adalah akad qard wal
ijarah. Qard untuk pinjaman, dan ijarah untuk akad sewa. Barangkali disini yang
sering dipermasalahkan oleh para ahli. Apa yang di ijarahkan? Aoa yang
disewakan? Tidak ada yang dilakukan bank. Bank hanya memberi pinjaman. Dan seharusnya
pengembalian pinjaman adalah sesuai dengan nilai pinjamannya. Tidak ada lebih. Kelebihan
dari utang adalah riba.
Mengapa dengan menggunakan talangan haji, ada kelebihan
pembayaran dari peminjam (nasabah)?
Biaya ujroh (biaya di depan) yang dikenakan adalah karena
biaya pengelolaan. Berbeda dengan utang yang berbunga. Bunga utang ditetapkan
berdasarkan besarnya persentase yang ditetapkan di depan. 6%, 7% dan
sebagainya. Sedangkan ujroh, ditetapkan fiks, sebagai biaya.
Penjelasan ini barangkali masih dangkal, akan kita bahas lagi dalam waktu-waktu berikutnya.
Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar